Rabu, 23 Januari 2013

Tips Memelihara Rantai dan Gir Set Sepeda Motor




Salah satu komponen sepeda motor yang kerap disepelekan pemotor adalah rantai. Padahal rantai motor memiliki peranan yang sangat penting, jadi tidak bisa diremehkan begitu saja. Apalagi di musim penghujan seperti sekarang, sering-seringlah lebih memperhatikan rantai dan gir set sepeda motor Anda.


Tapi pada dasarnya, rantai bawaan pabrik sudah menggunakan teknologi O-ring yang tidak lagi diberi pelumas tambahan. Karena rantai motor jenis ini telah memiliki pelumas khusus di dalamnya. Namun demikian, dalam perjalanannya tetap diperlukan perawatan dengan pelumas khusus rantai (chain lube) untuk memperpanjang usia pakainya.
Dalam merawat rantai, tidak dianjurkan untuk memakai oli bekas atau bensin untuk membersihkan, karena ini justru malah membuat umur pakai rantai menjadi pendek. Melumasi rantai dengan oli bekas justru akan mengikat kotoran yang ada diluar.


Sebab pada umumnya rantai tidak diberi penutup sehingga langsung berhubungan dengan luar, akibatnya kotoran mudah menempel. Terlebih oli bekas yang dipakai melumasi sudah terkontaminasi kotoran mesin.



Idealnya rantai motor dilumasi cairan chain lube minimal 2 kali dalam seminggu dan disarankan mengencangkan rantai sebulan sekali. Bagi pemakai motor sport, disarankan menggunakan rantai berkualitas dengan spesifikasi ringan dan tidak memerlukan perawatan yang ribet.
Bagi motor yang dimodifikasi, perlu penyesuaian antara ukuran gir dan rantai. Jangan sampai motor modifikasi dengan putaran cepat menggunakan gir set standar. Tak lupa perhatikan gir depan. Kebanyakan pemotor hanya memperhatikan gir belakang. Bukalah tutup gir depan, sering-seringlah dilihat dan dibersihkan.


Idealnya pergantian gir set dilakukan jika pemakaian sudah mencapai 40.000 km. Tidak masalah mengikuti trend menggunakan gir set warna-warni, karena itu hanya masalah selera tidak mempengaruhi cara perawatan dan performa.


Jika terpaksa melakukan pemotongan mata rantai, perhatikan juga usia pakainya. Kalau masa pakai masih 3 bulan, tak masalah rantai dipotong. Biasanya mekanik berpengalaman tahu berapa lama umur pakai rantai. Namun jika ragu dan lebih safety, ada baiknya mengganti dengan yang baru. Tetapi untuk rantai motor Kawasaki Ninja, tidak direkomendasikan rantai dipotong jika sudah kendor.
Terakhir, sangat dianjurkan untuk membeli gir set yang berkualitas demi kenyamanan dan keamanan Anda ketika berkendara.










Senin, 14 Januari 2013

Mengenal CDI

CDI atau Capacitor Discharge Ignition adalah sistem pengapian pada mesin pembakaran dalam dengan memanfaatkan energi yang disimpan didalam kapasitor yang digunakan untuk menghasilkan tengangan tinggi ke koil pengapian  sehingga dengan output tegangan tinggi koil akan menghasilkan spark di busi. Besarnya energi yang tersimpan didalam kapasitor inilah yang sangat menentukan seberapa kuat spark dari busi untuk memantik campuran gas di dalam ruang bakar. Semakin besar energi yang tersimpan didalam kapasitor maka semakin kuat spark yang dihasilkan di busi untuk memantik campuran gas bakar dengan catatan diukur pada penggunaan koil yang sama. Energi yang besar juga akan memudahkan spark menembus kompresi yang tinggi ataupun campuran gas bakar yang banyak akibat dari pembukaan throttle yang lebih besar.



Skema CDI secara umum ( diambil dari www.crustyquinns.com)


Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa CDI yang kita pasang untuk pengapian sangat berpengaruh pada performa kendaraan yang kita gunakan. Hal ini disebabkan karena dengan penggunaan pengapian yang baik maka pembakaran di dalam ruang bakar akan tuntas dan sempurna sehingga panas yang dihasilkan dari pembakaran akan optimal. Kenapa panas sangat berpengaruh? Karena disain dari mesin bakar itu sendiri, yaitu mengubah energi kimia menjadi energi panas untuk kemudian diubah menjadi energi gerak. Semakin panas hasil pembakaran di ruang bakar artinya semakin besar ledakan yang dihasilkan dari campuran gas di ruang bakar sehingga menghasilkan energi gerak yang besar pula di mesin. Panas disini adalah panas yang dihasilkan murni dari ledakan campuran gas bakar, bukan karena gesekan antar komponen didalam ruang bakar. Dengan kata lain panas yang dimaksudkan adalah panas ideal yang dapat dihasilkan dari pembakaran campuran gas bakar dengan energi dari sistem pengapian yang digunakan.
Bagaimana kita mengetahui besarnya energi dari sistem pengapian (pada kasus ini CDI) yang kita gunakan? Besarnya energi ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus dasar untuk menghitung energi kapasitor yaitu : e=1/2*c*v*v. Dimana c adalah besarnya kapasitor yang digunakan (dalam satuan Farad) dan V adalah tegangan yang disimpan di kapasitor tersebut. Misalkan saja kapasitor yang digunakan 1uF dan tegangan yang disimpan 300V maka energi dari kapasitor tersebut dihitung menggunakan rumus tadi adalah 45 mili Joule. Energi inilah yang akan dikirimkan ke busi melalui koil yang kemudian akan digunakan untuk memantik campuran gas di ruang bakar. Oleh karena itu semakin besar energi ini, semakin kuat spark yang dihasilkan oleh busi.




Besarnya energi ini biasanya (dan seharusnya) disebutkan pada spesifikasi CDI yang kita gunakan. Kenapa? Karena inilah inti dari CDI itu sendiri, yaitu energi yang dihasilkan. Disinilah kita bisa membandingkan atau memberikan suatu justifikasi bahwa sebuah CDI lebih powerfull dibandingkan CDI lain ataupun CDI bawaan standar pabrikan kendaraan. Namun bagaimana jika spesifikasi dari CDI yang kita gunakan tidak menyebutkan besarnya energi yang dihasilkan? Tentunya produsen CDI yang baik akan memberikan besaran-besaran spesifikasi lain yang digunakan oleh CDInya. Biasanya produsen akan memberikan tegangan output CDI, arus yang dikonsumsi, dan range RPM yang bisa dilayani oleh CDI tersebut. Disini masih ada satu pertanyaan untuk mencari nilai C yang digunakan, karena besarnya energi dihitung dengan nilai C kapasitor sedangkan produsen CDI memang jarang menyebutkan berapa besar C kapasitor yang digunakan.


Bagaimana kita mendapatkan besaran nilai C kapasitor? Tentu saja dengan menggunakan kembali parameter spesifikasi CDI yang diberikan oleh produsen. Dari teori rangkaian listrik pada suatu sistem bahwa jumlah daya yang dikeluarkan  maksimum sama dengan daya input (pada efisiensi 100%), maka kita dapat memperoleh selain nilai C kapasitor juga nilai energi yang digunakan. Daya input dihitung dengan P = V*I, dimana V adalah sumber tegangan untuk mencatu CDI, yaitu baterai (accu) dan I adalah arus dari baterai yang dikonsumsi CDI pada RPM maksimum yang masih dapat dilayani CDI.
Misalkan pada suatu CDI diketahui spesifikasi sebagai berikut :

tegangan kerja : 11 – 14.5 V
konsumsi arus : 0.1 – 0.75 A
tegangan output: 300 V
range RPM : 500 – 20000 rpm

Dari spesifikasi diatas dapat kita peroleh daya input CDI adalah P = 12 * 0.75, hasilnya adalah 9 watt. Disini digunakan V = 12 karena memang baterai (accu) yang umum digunakan di kendaraan (motor) adalah tipe 12 volt.  Arus (I) yang digunakan adalah 0.75 A (arus maksimum dengan acuan spesifikasi di atas) karena arus inilah yang digunakan untuk mengisi kapasitor pada RPM maksimum CDI (20000 rpm). Kenapa menggunakan acuan pada kondisi rpm maksimum? Karena CDI tersebut didisain untuk bekerja pada range RPM rendah- tinggi (500 – 20000 rpm). Semua disain CDI dihitung pada kondisi maksimum agar dapat beroperasi pada range RPM, karena pada RPM maksimum sistem CDI harus mengisi kapasitor sampai tegangan out yang ditentukan (300 V) sebelum satu putaran crankshaft. Karena setiap satu putaran crankshaft pasti tegangan tersebut akan dilepaskan ke koil sebagai akibat posisi sensor yang ditempatkan di magnet. Sehingga pengapian terjadi setiap 360 derajat atau dengan kata lain pengapian terjadi pada langkah kompresi dan langkah buang. Agar kapasitor dapat terisi penuh sebelum sensor mentrigger di semua range RPM maka waktu maksimum untuk mengisi kapasitor harus kurang dari waktu putaran crankshaft pada RPM maksimum. Pada kasus ini waktu pengisian harus < 0.003 detik, yang didapatkan dari rumus T=1/f, dimana f adalah RPM maksimum (20000 rpm = 333,333 Hz).
Dengan daya out CDI yang telah diketahui yaitu 9 watt, dapat kita hitung berapa energi yang dilepaskan oleh CDI. Energi inilah yang menjadi jaminan kualitas CDI yang kita gunakan. Energi ini dihitung dengan rumus P = E/T atau menjadi E = P*T. T disini adalah waktu pada RPM maksimum yaitu 0.003 sekon ( T=1/f, f=333.333Hz). Sehingga diperoleh E = 9*0.003 sama dengan 0.027 Joule. Dengan rumus energi kapasitor maka diperoleh besaran C = 2*E/(V*V) yaitu 0.0000006 Farad atau 0.6 mikro Farad.




Capasitor

Dengan teori daya, maka daya yang dikeluarkan CDI maksimum sama dengan daya input yaitu 9 watt. Disini diasumsikan efisiensi sistem adalah 100 %. Pada kenyataannya tidak ada sistem yang memiliki efisiensi 100 %. Pada prakteknya efisiensi untuk pembangkitan tegangan tinggi seperti CDI berkisar di 80-85%, namun dengan disain rangkaian dan penggunaan komponen yang baik dapat diperoleh efisiensi 90%. Efisiensi lebih dari 95% belum dapat dicapai dengan teknologi komponen yang ada saat ini. Efisiensi 100% digunakan hanya untuk mempermudah hitungan kita saja, namun untuk hasil perhitungan yang lebih akurat sebaiknya besarnya efisiensi juga harus diperhatikan.
Energi 0.027 Joule diperoleh dengan efisiensi 100%, bagaimana jika efisiensi bukan 100%? Katakanlah desain CDI memiliki efisiensi 85%, maka energi output CDI adalah 0.0229 Joule. Pada mesin bakar ada parameter MIE (Minimum Ignition Energy) atau energi minimum yang dibutuhkan agar mampu membakar gas di dalam ruang bakar. Besarnya MIE ini untuk tipikal mesin 1 silinder adalah 0.020 Joule. Dari sinilah kita bisa mengetahui sebenarnya seberapa baikkah CDI yang kita gunakan. Dari kasus diatas ternyata beda energi CDI hanya sekitar 0.0029 Joule yang artinya sangat kecil. Artinya apakah dengan mengganti CDI dengan yang kita gunakan saat ini telah sesuai dengan ekspektasi?
      Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa produsen CDI yang baik harus mencantumkan energi dari CDI mereka karena hal inilah yang menjadi jaminan bahwa produk mereka memang bagus. Karena energi CDI ini sangat bergantung pada arus input, maka tak heran jika produsen CDI terkemuka selalu mengeluarkan spesifikasi CDI sesuai dengan keperluannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi “tekor” pada accu yang digunakan. Sebagai contoh, pada aplikasi CDI untuk keperluan harian (daily use) harus dikompensasi antara energi yang digunakan dengan pemakaian arus yang tidak melebihi kapasitas pengisian accu. Contoh lainnya pada aplikasi pengapian untuk drag bike. Untuk kasus ini mungkin  saja tidak memperhitungkan berapa arus pengisian accu. Karena pada drag bike mesin hanya hidup selama beberapa menit saja dan selama itu pula semua sumber daya yang ada di mesin di explore sebanyak-banyaknya termasuk penggunaan energi CDI sebesar-besarnya dengan arus maksimal dari accu yang digunakan.
Timing pengapian dan setingan lain tentu juga berpengaruh pada hasil akhir performa mesin, namun jika kita lihat dari sisi CDI itu sendiri, energi output lah yang menentukan kualitas CDI. Dengan timing dan setingan lain yang sama, CDI dengan energi yang lebih besar akan menghasilkan performa mesin yang lebih baik.


Contoh Timing Pengapian

Dari paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin membuat CDI dengan spesifikasi “high energy” namun dengan konsumsi arus yang kecil, dan tentu saja hal ini bertentangan dengan hukum daya. Ingatlah bahwa rumus daya, tegangan, arus  (hukum kekekalan energi) adalah sudah matang alias sudah tidak bisa diutak-atik lagi sehingga semua hitungan dari spesifikasi CDI jelas tidak berbohong.
tanpa bermaksud untuk menggurui Semoga tulisan ini bermanfaat dan semakin menambah wawasan kita bersama mengenai apa itu CDI, bagaimana CDI yang baik dan seberapa besar energi pembakaran yang dihasilkan serta apa saja konsekuensi yang ditimbulkan dengan penggunaan CDI yang kita gunakan.








Sabtu, 12 Januari 2013

Pengertian HP, BHP, PS, PK, DK

Banyak istilah-istilah satuan daya atau tenaga mesin yang terpampang di dalam spesifikasi sebuah mesin baik itu  HP, BHP, PS, PK, KW, DK, Nm, lbf.ft, Kgf.m....dll kita sebagai orang awam tentunnya sangat bingung melihat hal ini mana sebenarnya yg harus jadi patokan sebenarnya....? kok berbeda-beda...kenapa ya bisa begitu....???? ternyata hal ini cuma masalah kebiasan umum suatu negara saja baik di eropa,amerika dan asia dalam menggunakan salah satu satuan tenaga tersebut...namun ada pula beberapa satuan daya tersebut memiliki selisih angka.





BHP = brake horse power (bahasa Inggris)

Besarnya daya yang dapat dihasilkan langsung dari putaran yang dikeluarkan oleh mesin.

PK : Paarden Kracht ( bahasa Belanda ) / Daya kuda

Jika dalam bahasa indonesia artinya daya kuda

HP = Horse Power ( bahasa Inggris ) 

DK = Daya Kuda ( bahasa indonesia )

Besarnya daya yang dapat dihasilkan oleh putaran roda kendaraan.

PS = Pferdestarke ( bahasa Jerman )

Jika dalam bahasa indonesia Kuat Kuda/tenaga kuda

Hampir sama nilainya dengan HP,  dan satuan ini lebih lebih sering di gunakan di Jerman, Belanda, Belgia,


1 HP tidak sama persis dengan 1 PS 


1 PS = 0.986320070619514 HP atau 1 HP = 1.01386966542402 PS


Perbedaan tersebut hanya masalah konversi dan kebiasaan penggunaan satuan daya saja. Ilmuan Jerman dan Negara eropa lainya lebih suka pakai satuan PS, sedangkan Amerika dan Inggris umumnya pakai satuan HP.


Tapi kalo BHP vs HP atau BHP vs PS jelas beda. bukan masalah konversi satuan lagi, tapi beda di titik pengukuran.

Kalau BHP itu mengukurnya langsung di mesin atau dari poros kruk as, sedangkan PS dan HP pengukurnya dari putaran roda. Dengan BHP kita akan mengetahui tenaga murni sebuah mesin tanpa adanya loss power karena kerugian gesekan ban, girboks transmisi dsb.
Selain tenaga mesin, ada juga torsi mesin. Satuan2 torsi yang lazim kita temui yaitu Nm, Kgf.m & lbf.ft.

Berikut Perbandingannya


* 1 HP = 0,735 KW
* 1 KW = 1,34 HP
* 1 PS / PK = 0,98 HP
* 1 PS / PK = 0,74 KW
* 1 KW = 1,36 PS
* 1 HP = 1,01 PS

* 1 Nm = 0,74 lbf.ft
* 1 Nm = 0,1 Kgf.m
* 1 lbf.ft = 0,14 Kgf.m
* 1 Kgf.m = 7,23 lbf.ft





Namun jika kita ingin mengkonversi sendiri ukuran-ukuran tersebut sekarang tidak perlu repot lagi karna sudah banyak kalkulator Konversi online yang bisa kita gunakan secara geratis di dunia maya

Contoh Kalkulator konversi On line :








Jumat, 11 Januari 2013

Mengenal Hubungan Kompresi & Nilai Oktan

Perbandingan kompresi mesin dirancang sesuai dengan aplikasi dan bahan bakar yang akan digunakan
Pertanyaan yang banyak muncul sekarang ini di antara pemakai kendaraan bermotor adalah apa akibatnya apabila menggunakan bensin premium atau beroktan lebih rendah. Pasalnya, harga bensin beroktan tinggi sekarang ini semakin cepat menguras kantong!
Sebelumnya menjawab pertanyaan tersebut, pemilik mobil dan sepeda motor ”harus” mengetahui salah satu spesifikasi mesin, yaitu perbandingan kompresi (compression ratio).



Perbandingan kompresi adalah perbandingan ruang yang tercipta di atas piston ketika berada di titik terendah atau bawah (TMB) dan tertinggi atau titik mati atas (TMA). Lihat gambar!




ren mesin sekarang, perbandingan kompresinya makin tinggi. Malah kini ada mesin bensin dengan perbandingan kompresi 14: 7. Adapun mesin lama bisa saja 7–8 : 1. Sekarang ini kebanyakan perbandingannya 9–10,5 : 1. Mesin yang lebih canggih sekitar 11- 12. Tujuan mesin dibuat dengan perbandingan kompresi tinggi adalah untuk meningkatkan efisiensi (irit bahan bakar) dan menurunkan kadar emisi.
Untuk membuat mesin bekerja dengan perbandingan kompresi tinggi, syarat utamanya adalah harus menggunakan bensin dengan oktan lebih tinggi. Kendati demikian, tidak semua mesin harus atau lebih baik menggunakan bensin beroktan tinggi. Mesin dengan kompresi rendah, jika diberi bensin oktan tinggi, hanya menyebabkan pemborosan uang. Tenaga mesin juga tidak naik dan tetap saja boros.
Sebenarnya para ahli yang berkecimpung di laboratorium mesin sudah mengeluarkan data hubungan antara perbandingan kompresi dan oktan bahan bakar seperti berikut.

Perbandingan

Kompresi

 Kebutuhan

Nilai Oktan

Efisiensi Termal %

(Gas ditekan habis)
5 : 1
72
-
6 : 1
81
25
7 : 1
87
28
8 : 1
92
30
9 : 1
96
32
10 : 1
100
33
11 : 1
104
34
12 : 1
108
35

Ukuran tabel di atas adalah ukuran idealnya ....Kendati demikian, pada sebagian mesin sekarang, apalagi ada yang menggunakan dua busi atau busi menyala dua kali secara berurutan atau penambahan part racing yang mendukung pengapianpenggunaan bensin beroktan lebih rendah masih bisa ditoleransi bisa di gunakan pada compresi yang bukan pada tempatnya


Tugas oktan


Oktan dicampurkan ke dalam bensin bertugas mencegah agar jangan cepat terbakar! Lho kok gitu? Bukankah bensin yang mudah terbakar lebih oke? Tidak demikian pada mesin. Pada mesin, waktu pembakaran (pengapian) telah ditentukan berdasarkan siklus atau langkah kerja mesin.
Pembakaran terjadi ketika piston mendekati titik mati atas (TMA) pada langkah kompresi. Tidak boleh terlalu jauh atau maju atau terlambat. Apabila kemajuan, kerja mesin tidak efisien dan tenaga kurang. Sebaliknya, jika terlambat, mengakibatkan mesin menembak atau bahasa kerennya knocking.
Nah, bensin yang disedot oleh mesin (disemprotkan oleh injektor) dikompresi atau dimampatkan pada langkah kompresi sekaligus dicampur dengan udara. Pada saat inilah terjadi kenaikan suhu dan tekanan bensin di dalam. Suhu tersebutlah bisa memicu bensin bisa terbakar dengan sendirinya, yang disebut juga autoignition. Ya, terbakar sendiri alis swabakar (istilah dalam pendidikan  formal) atau preignation!
Nah, bisa dibayangkan, kalau swabakar terjadi sebelum busi memercikkan bunga api. Akan terjadi dua ledakan besar. Pertama, swabakar bensin dan kedua akibat disulut oleh busi. Kalau keseringan, dipastikan akan merusak mahkota piston, kubah kepala silinder, klep, busi dan kalau mesin modern sekarang adalah injektor (injeksi langsung).


Apabila kedua ledakan beradu dan sering terjadi, umur mesin pendek. Mesin juga loyo, boros bensin, dan menimbulkan polusi tinggi.
Nah, untuk mencegah swabakar itu, ke dalam bensin ditambahkan oktan yang dibuat dari berbagai macam bahan (dulu timbal atau Pb). Makin tinggi nilai oktan, tambah hebat kemampuanya mencegah swabakar. Waktu pengapian yang lebih dekat ke TMA membuat pembakaran lebih efisien, ledakannya lebih kuat.
Kendati demikian, masih ada berbagai faktor lain yang menentukan pemilihan oktan ini. Misalnya, suhu,Part racing, putaran dan beban mesin, dan ketinggian tempat.
Pada mesin-mesin modern, terutama sistem injeksi, untuk mencegah swabakar atau menembak, dilengkapi dengan knock sensor yang bertugas memantau kerja mesin. Kalau terjadi gejala menembak, sensor akan melaporkan ke komputer, waktu pengapian dimajukan untuk mencegah gejala menembak atau swabakar!

Sumber